Pilkada 2024, Membaca dan Menyimak Para Pemburu Dinasti Tahta
Opini:
Pilkada 2024, Membaca dan Menyimak Para Pemburu Dinasti Tahta
Oleh: Lalu Darmawan
Penetapan Pasangan Calon dalam Pilkada NTB 2024 akan dilaksanakan hari ini 22 September 2024, dari berbagai sumber, dapat disimpulkan bahwa setelah melewati tahap pengumuman hasil penelitian administrasi dan simpulan akhir masa tanggapan dan masukan masyarakat, maka tidak ada kendala yang berarti untuk tiga Bakal Pasangan calon Kepala Daerah Propinsi NTB yang mendaftar untuk ditetapkan sebagai Pasangan Calon Tetap Gubernur dan Wakil Gubernur NTB tahun 2024 untuk periode jabatan 2025-2030. Tiga Paslon tersebut adalah Zulkieflimansyah dan H.M. Suhaili F.T atau Zul-Uhel. Pasangan ini diusung tiga gabungan partai politik, yaitu PKS, Demokrat dan Nasdem dengan jumlah suara sah sebanyak 823.606 suara. Selanjutnya pasangan Siti Rohmi Djalilah dan Musyafirin diusung empat partai politik, yaitu PKB, PDI Perjuangan, Partai Perindo, dan Partai Ummat, dengan jumlah suara sah sebanyak 602.321 suara.
Kemudian pasangan Lalu Muhammad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri diusung sembilan partai politik, yakni PAN, Partai Gerindra, Golkar, PPP, PBB, Partai Hanura, Partai Gelora, Partai Garuda, dan PSI, dengan jumlah suara sah sebanyak 1.637.928 suara.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Untuk Pilkada 10 kabupaten/kota di NTB, tercatat sebanyak 32 bakal calon kepala daerah dari 32 cakada tersebut, 31 didaftarkan oleh partai politik serta satu cakada maju lewat jalur perseorangan atau independen.
Pilkada 2024 adalah momentum sejarah pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak secara nasional di seluruh propinsi se Indonesia, yang akan melaksanakan pemungutan suara pada Rabu 27 Nopember 2024. kecuali Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan 6 Kota Administrasi di DKI Jakarta.
Suhu Pilkada 2024 nampaknya akan berjalan cukup ketat, seluruh daya energi akan dimanfaatkan seluruh calon dan pendukungnya, sebab bagi mereka yang gagal tentu akan menunggu waktu yang panjang untuk maju berkompetisi kembali, apalagi bagi mereka para Paslon yang berangkat dari calon legislatif ‘gagal’ pada kontestasi Pemilu 2024 m maka Pilkada 2024 adalah momentum pamungkasnya untuk berusaha bangkit kembali.
Slogan tahta adalah ibadah, kuasa adalah berkah, pemerintah adalah khadam (pelayan) rakyat hanya menjadi kata sekedar kata, berhenti sampai di daun telinga saja. Kuli tetap menjadi kuli, buruh tetap buruh, masih mending buruh tetap ketimbang buruh lepas.
Oleh karena lezatnya tahta kekuasaan, maka ‘jaga dirimu dan keluargamu dari derita bumi’ sepertinya menjadi dalil mereka untuk memburu tahta. Pilkada sejatinya adalah proses penobatan rakyat sesesuai konsensus demokrasi sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU 7 tahun 2017 dan UU 6 tahun 2020 perubahan ketiga dari UU nomor 1 tahun 2015. Tapi nampaknya masih banyak gulir tahta pemerintahan hanya berkutat pada suatu dinasti keluarga saja.
Tali Keluarga Pemburu Tahta Pilkada tahun 2024 benar benar suasananya terasa sangat berbeda, perbedaan itu terasa terutama pada kumunculan para calon yang memiliki pertalian hubungan darah, (kakak calon calon Gubernur, adik calon Bupati), (kakak selesai menjadi Bupati, adiknya lanjut menjadi calon), (ayah selesai menjadi Bupati, anaknya maju menjadi calon wakil Bupati), (suami mantan Bupati lalu melanggeng ke Senayan giliran istrinya maju menjadi calon wakil Bupati), (ayah menjadi calon wakil Bupati, lanjut anaknya menjadi PAW anggota DPRD Propinsi).
Tali darah keluarga seolah tidak akan pernah putus memburu tahta, lalu rakyat hanya mampu dalam diam, menunggu sapa, sapa senyum dari para pemburu tahta, berharap pamrih dari para calon diberi uang untuk beli beras 2 kg , lain itu, disudut sana terlihat urat muka lelaki paruh baya siap menerima doktrin kampanye, kelihatan banget ingin diberi uang buat uang belanja anaknya yang lagi merengek minta uang jajan.
Politik Dinasti dan Dinasti Politik Ada perbedaan makna antara Politik Dinasti dengan Dinasti Politik. Hanya dalam praktek dewasa ini, boleh jadi keduanya disatupadukan.
Politik dinasti; Kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait hubungan keluarga. Biasa dijumpai di negara demokrasi.
Dinasti politik; Upaya secara sengaja mengonstruksi bahwa kekuasaan hanya boleh dikuasai oleh satu keluarga saja. Biasa dijumpai di negara monarki.
Demokrasi dalam Sekam Dinasti Kekuasaan.Sulitnya mencari peluang usaha benar benar terasa sakit diubun kepala, tidak ada manusia didunia ini yang akan memilih menjadi orang susah, atau barangkali ini yang disetujui sebagai ‘tuah’ bahwa indahnya warna hidup seperti itu, lalu otak dipaksa kompromi, bahwa ini namanya melodi mozaik hidup, tidak terdiri dari satu warna, juga tidak terdiri dari satu nada.
Disana ada orang bingung mau makan apa, disini orang bingung apa yang mau dimakan, disamping sana ada orang bingung cari makan, disamping sini bingung makan sama siapa. Tapi jangan sampai bingung mau makan siapa.
Lalu para calon jangan jangan lagi bingung mau makan dengan siapa, sementara rakyat, makan hanya kalau ada yang dimakan, seorang perempuan sudah tidak sanggup kerja lagi, ditanggung anaknya yang hanya kuli bangunan untuk beli beras saja kesulitan, si ibunda tua yang kupandang lagi ‘ngopi’, kopinya campur beras disangrai sampai hitam pekat seperti areng, kalau ahli kesehatan tau pasti disemprit tidak boleh, sebab kalau dibolehin bisa mengancam kesehatan lambung, jantung dan pencernaan. Tapi nampaknya ibunda tua itu terlihat masih sehat, ‘mungkin’ karena minum kopinya irit.
Di sudut yang lain seorang lelaki tidak bekerja, gusar bingung menunggu temannya ngajak nguli, sedang minum kopi sambil merokok, nampak senyum tipis, menghisap rokok tembakau lingwe (linting dewe), rokok pasaran mah mahal, jarang beli, tidak ada uang buat beli, paling banter beli rokok yang banyak iklannya saja, yaitu iklan perangi iklan rokok ilegal, ketusnya.
Lalu pertanyaannya, mengapa kita mengalami kesusahan, padahal susah itu tidak ada guna, tapi fakta susah itu terjadi, susah tidak ada buat makan, tidak ada buat berobat, susah tidak ada buat sekolah, susah tidak punya rumah, dan susah susah yang lainnya? Jawabannya karena pengelola daerah kita, negara kita, hak hak kita rakyat miskin adalah mereka yang tidak tau atau pura pura tidak tau, kesusahan orang lain, jabatan dan amanah yang mereka emban, hanya diperuntukkan demi bahagia mereka, mereka membangun surga dinasti kuasa, masa bodoh nasip rakyat. Mereka tidak sadar yang mereka perbuat adalah praktek nepotisme, (yaitu meneguhkan posisi jabatan hanya dibagi untuk keluarga mereka).
Sebenarnya issue dinasti kekuasaan tidak banyak diperbincangkan, tapi penyebutan dinasti kuasa mulai ramai diperbincangkan sejak Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dalam kasus dugaan suap ke Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada tahun 2013. Kasus ini memunculkan dugaan praktik politik dinasti di Banten. Kemudian secara beruntun praktek yang juga terjadi diberbagai daerah, hingga sampai pada Rezim Joko Widodo dengan terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wapres pada Pilpres 2024 lalu.
Mulai saat itulah publik mulai banyak membicarakan dinasti politik, dan pada kesempatan ini kita gunakan istilah dinasti tahta. Karena ada sangkut paut praktek antara dinasti politik dengan politik dinasti.
Seorang ahli studi Indonesia dari Yale University, Harry Jindrich Benda, pada tahun 1964 mengutarakan Republik Indonesia tidak akan pernah khatam menjadi negara demokratis karena para elitenya turut membangun budaya politik yang mewarisi tradisi politik feodal dari masa lalu. Kurang lebih 60 tahun berlalu kecemasan Harry Jindrich Benda menemui relevansinya seiring maraknya kekuasaan yang dilanggengkan berdasar garis keturunan, baik dalam skala daerah maupun nasional.
Fenomena regenerasi kekuasaan mengandalkan darah dan keturunan dikenal dengan istilah politik dinasti yang memiliki berbagai macam definisi. Menurut kamus bahasa Indonesia, (suatu kebiasaan cara paling cepat mencari sebuah arti kata yaa memacari di kamus). Politik dinasti merupakan suksesi pejabat yang dilanjutkan oleh kerabat pejabat yang berkuasa. Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, politik dinasti merujuk pada sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.
Dalam buku Politik Lokal & Otonomi Daerah (2014), Leo Agustino menjabarkan politik dinasti sebagai “kerajaan politik” yang elite politiknya menempatkan keluarga, saudara, dan kerabatnya di beberapa posisi penting pemerintahan baik lokal ataupun nasional, atau membentuk strategi semacam jaringan kerajaan yang terstruktur dan sistematis.
Kini pada Pilkada 2024 ini bertebaran calon calon kepala daerah yang berangkat dari jangkar keluarga, aneh dan anehnya lagi bisa terjadi dalam satu daerah semua dari ketiga calon Gubernur atau Wakil Gubernur memiliki hubungan saudara dengan Calon Bupati atau Wakil Bupati.
Dinasti John F Kennedy (JFK) Dinasti politik ini tidak hanya di Indonesia, tapi juga negara negara besar lainnya juga terjadi, misalnya Amerika Serikat, Dinasti Kennedy merupakan dinasti politik paling tersohor di Amerika. Lebih dari setengah abad nama Kennedy berkibar di kancah politik AS. Nama paling terkenal adalah John F Kennedy (JFK) yang terpilih sebagai presiden pada tahun 1960. Sebelum terpilih sebagai presiden, JFK telah menjadi anggota senat dan parlemen sejak 1947 Tiga anak laki-laki Kennedy menduduki jabatan penting dalam pemerintahan AS. Selain JFK, adiknya Robert F Kennedy (RFK) menjadi jaksa agung di pemerintahan, sementara Edward Moore Kennedy atau lebih dikenal dengan Ted Kennedy menjadi senator Massachusetts menggantikan posisi RFK hingga tahun 2009.
Selain kisah tentang kekuasaan dan kecerdasan, keluarga Kennedy, seperti yang ditulis Inggra Parandaru di Kompas 3/11/2023, seolah terkena kutukan karena banyaknya tragedi yang terjadi. Putra sulung Kennedy, Joseph P Kennedy Jr, meninggal saat ambil bagian dalam Operasi Aphrodite sebagai pilot pesawat pengebom B-24 Liberator semasa Perang Dunia II karena pesawatnya meledak di Blyth Estuary, Inggris.
Tragedi yang melegenda adalah tewasnya JFK akibat ditembak Lee Harvey Oswald pada 22 November 1963 di Dallas, Texas. Nyaris serupa, adiknya RFK juga tewas ditembak pada 1968. Tragedi lain adalah dua kecelakaan pesawat yang menewaskan Kathleen Kennedy dan John F Kennedy Jr, serta kecelakaan ski fatal yang menewaskan Michael LeMoyne Kennedy, putra RFK.
Dinasti George HW Bush Meski paling terkenal, dinasti Kennedy bukan dinasti paling sukses dalam sejarah politik Amerika Serikat. Dinasti Bush mengantarkan dua anggotanya, George HW Bush dan George W Bush, sebagai presiden ke-41 dan ke-43 AS. Dinasti Bush boleh dibilang lebih sukses dibandingkan dinasti Kennedy.
Klan Bush dimulai dari George HW Bush yang pernah menjabat sebagai Wapres dan Presiden AS. Salah satu iparnya, Jeb Bush, menjadi Gubernur Florida. Sementara George W Bush pernah menjadi Gubernur Texas sebelum menjabat sebagai Presiden AS.
Dinasti Nehru-Gandhi Selain di Amerika Serikat Fenomena Dinasti Politik Kekuasaan juga terjadi di India, Selama 49 tahun dari 67 tahun India merdeka (1947-2014), India didominasi oleh dinasti Nehru-Gandhi bersama Partai Kongres. Jawaharlal Nehru sebagai Perdana Menteri Pertama India (1947-1964), berhasil mewariskan tongkat estafet perdana menteri ke putrinya Indira Gandhi (dua periode 1966-1977 & 1980-1984), dan cucunya Rajiv Gandhi (1984-1989). Namun naas, Indira dan Rajiv tewas ditembak saat berkuasa.
Selepas Rajiv tewas, Partai Kongres yang menjadi kendaraan politik keluarga Gandhi diteruskan oleh Sonia Gandhi, istri Rajiv. Pada Pemilu India tahun 2014, Partai Kongres harus menerima pil pahit dengan kekalahan telak melawan oposisi Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin oleh Narendra Modi.
Rahul Gandhi, putra Rajiv yang diproyeksikan menggantikan Sonia, gagal merebut hati rakyat. Kekalahan ini sekaligus menandai magis trah Gandhi yang terhenti di generasi keempat. Rahul sudah berusaha keras. Berbagai cara ia lakukan untuk memikat hati rakyat mulai dari rela tidur beratap langit, berbagi sayur kacang dan roti dengan warga miskin, hingga memelihara jenggot. Namun itu tak cukup mengembalikan kepercayaan rakyat India yang terluka akibat penurunan tajam ekonomi, kenaikan harga pangan, dan skandal korupsi.
Fenomena Dinasti Tahta 2024 Kita kembali pada fenomena Cakada 2024, politik dinasti yang terjadi saat ini, apakah salah, jika kita bertanya, apakah dinasti politik yang terjadi saat ini adalah pilihan kita ataukah ketidak mampuan kita melaksanakan demokrasi tanpa politik dinasti? Tulisan tentang dinasti kuasa nampaknya tidak akan berakhir disini. Sebab pada sektor pemerintahan yang lain praktik dinasti jabatan juga terjadi.
Akhirnya tagline perang melawan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai nafas awal reformasi hanya baru sampai ke pintu gerbang, belum masuk ke halaman, dan untuk di ketahui halaman dari bangunan reformasi itu amat luas. Semoga kita sampai ditujuan reformasi yang berhalaman luas itu, halaman itu bernama keadilan dan kemakmuran. (Bagian 1)