Lembaga Advokasi Poros Barat Sorot Kebijakan Prematur Dikbud Lobar
Labulianews.com. Program selasa budaya yang inisiasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Barat yang telah diaplikasikan secara serentak di seluruh sekolah mendapat sorotan dan tanggapan yang beragam dari wali murid, masyarakat dan LSM, diantaranya dari Lembaga Advokasi Poros Barat. Hal itu dikatakan ketua Advokasi Poros Barat Heri Hartawan S.Sos. ke media (18-10-2022)
Program tersebut dinilai sangat prematur dan amburadul. Menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat terlebih bagi murid dan orang tua wali, kata Hartawan
Lanjut, menurut pandangan Ketua Umum Lembaga Poros Barat, Heri Hartawan S.Sos.I, Selain memberatkan wali murid di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil pasca pandemi dan dampak inflasi kenaikan BBM. Program tersebut juga dianggap terlalu tergesa-gesa, salah momentum, dan tidak otentik.
Dari hasil investigasi dan temuan Lembaga Poros Barat di lapangan, sejumlah siswa yang tergolong miskin di beberapa sekolah yang ada di Lombok Barat sampai-sampai terpaksa tidak masuk sekolah karena belum memiliki pakaian adat dan menjadi minder.
" Siswa yang tidak mengenakan pakaian adat sangat malu. Jadi objek bulian kawan-kawan lain, sehingga bisa merusak psikologi anak," kritiknya pedas.
faktor utamanya adalah karena orang tua wali murid belum mampu membelikannya. Boro- boro pakaian, untuk penuhi kebutuhan dapur saja sulit.
Selain itu, Poros Barat berasumsi pihak Dikbud kurang cermat dan minim referensi serta terbatas literasi untuk menentukan bagaimana pakaian Adat Sasak sesungguhnya yang mengandung makna filosofi luhur. Terutama soal keotentikan dan substansinya yang hingga saat ini masih menjadi perdebatan di kalangan para tokoh adat dan pemerhati budaya Sasak.
" Kita punya ciri khas, tunjukkan jati diri kita, kok lama-lama kayak bukan pakaian kita, jangan sampai nanti terlanjur berjalan adat yang salah, bahaya itu, " sentilnya.
Lantas, atas dasar apa pihak Dikbud dengan sangat percaya diri meyakini pakaian adat sasak yang dipakai oleh para murid, apakah benar-benar merupakan representatif Sasak asli, dalam hal ini sudah disepakati oleh para tokoh adat, pemerhati dan ahli budaya Sasak.
Poros Barat menduga program ini syarat orientasi bisnis yang menguntungkan pihak-pihak tertentu, sehingga terkesan dipaksakan.
" Masyarakat ujung-ujungnya hanya dijadikan objek kepentingan tidak jelas, sudah jatuh tertimpa tangga pula, kasihan mereka," tandasnya.
Sampai berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi dari Dikbud Lobar. ( Irs )