Diduga Oknum Wartawan Ngaku Ditelantarkan, Begini Fakta Sebenarnya
Bang Abi - Sekretaris GJI NTB
Opini: Diduga Oknum Wartawan Ngaku Ditelantarkan, Begini Fakta Sebenarnya
Oleh: Bang Abi - Sekretaris GJI NTB
SELASA, 18 Oktober 2022 pukul 10.13 wita, saya mendapatkan telepon dari Pembina Gabungan Jurnalis Investigasi (GJI) NTB, Babe Amin. Dengan nada khasnya, beliau menyampaikan bahwa perwakilan anggota GJI diundang ngopi santai Selasa siang oleh Ketua MPW Pemuda Pancasila NTB, Eddy Shopiaan di Markas MPW.
Sekira pukul 14.10 wita, beberapa anggota GJI yang tengah berada di wilayah Kota Mataram hadir satu persatu. Meski hujan lebat menerjang, namun semangat rekan-rekan GJI tak pernah padam.
"Inilah GJI yang kompak dari satu komando," pikirku kala itu.
Seruput kopi waktu beranjak, Pengurus MPW Pemuda Pancasila NTB pun hadir, atas undangan Ketua MPW. Salah satunya Ketua Bidang di MPW yakni Junaidi Kasum.
Beberapa menit berselang, Pengurus MPW akhirnya mulai buka suara kenapa pengurus dan anggota GJI dikumpulkan. Eddy Shopiaan dengan baju Pemuda Pancasila-nya, mengeluarkan hajatanbya bahwa pekan depan pada Jumat (28/10), MPW Pemuda Pancasila NTB bersama semua MPC se-NTB bakal melakukan penanaman 1000 bibit pohon industri di Desa Kelungkung Kabupaten Sumbawa.
Berita itu pun segera dipublish kala itu oleh sejumlah media yang tergabung dalam GJI.
Banyak oknum Wartawan yang belum memahami bagaimana hubungan emosional antara Eddy Shopiaan maupun Junaidi Kasum dengan rekan-rekan wartawan yang tergabung dalam GJI NTB.
Tidak melulu soal "duit", karena hubungan itu sudah terjalin lama. Sebab untuk rilis berita di atas saja "Prodeo".
Meski demikian, jumlah berita yang dimuat GJI mencapai puluhan link berita. Hal itu pun membuat Eddy Shopiaan bersama semua pengurus MPW semakin bersemangat untuk pelaksanaan acara nantinya di Tana Samawa.
Waktu berlalu, pada Rabu (26/10) pukul 21.39 wita, satu anggota GJI melaporkan di Group internal bahwa terdapat list daftar nama kader Pemuda Pancasila yang ikut dalam acara penanaman 1000 bibit pohon industri dan Maulid Adat di Desa Kelungkung Kabupaten Sumbawa.
Namun dalam list tersebut yang ditulis di Group MPW Pemuda Pancasila NTB, terdapat beberapa nama rekan media di luar GJI.
"Yg pergi liputan kesumbawa, kok dr gji TDK ada yg Wakili???" tulisnya dalam Group internal.
Mendapatkan info tersebut, saya pribadi tidak mau ambil pusing. Bahkan setelah ngobrol dengan Pembina GJI, akhirnya kita memastikan tidak turut berangkat.
"Mau diajak ayo, gak juga gak apa-apa," kataku saat itu.
Kemudian hari Kamis (27/10), Pembina GJI memerintah untuk kembali mengonfirmasi kembali Ketua Eddy Shopiaan tentang ajak sebelumnya agar anggota GJI NTB turut serta dalam rombongan ke Sumbawa. Namun kala hari itu Ketua Eddy bersama pengurus lainnya tengah sibuk, akhirnya tidak bisa ditemui di Markas meski sudah membuat janji sebelumnya.
Tetiba, Kamis malam pukul 20.10 wita chat dari Ketua Eddy datang.
"Info babe gk jadi yaa ikut," kata Eddy.
"Feroza untk GJI dkk," tulisnya lagi.
"Halooo," katanya lagi karena saya belum merespons.
"Siap Ketua. Itu di Group MPW informasinya sangat banyak temen2 wartawan ikut. 🙏," tanya saya balik.
"Maaf gak ada kuota Ketua 🙏🙏," tulis saya sembari meminta maaf karena telat menjawab chat Ketua Eddy.
Lantas Eddy merespons tegas pertanyaan saya.
"Tdk adaaa sy namakan wartawan d MPW," katanya dengan nada gusar.
Selang tiga menit, Pembina GJI memerintah untuk turut serta dalam rombongan. Dalam hati yang masih gundah, salah seorang pengurus MPW Pemuda Pancasila NTB menelepon saya.
"Hallo, Abi ayo datang ke loby Hotel Santika. Ada Ketua juga ini," katanya.
Tanpa pikir panjang, saya langsung menghampiri. Dalam perbincangan kurang lebih satu jam itu, saya mewakili GJI NTB kembali diyakinkan bahwa hanya saya mewakili GJI untuk turut serta dalam acara peringatan HUT ke-63 Pemuda Pancasila di Kabupaten Sumbawa itu lantaran minimnya anggaran.
"Tidak ada wartawan lain selain dari GJI. Kalau ada yang ngaku wartawan di list nama itu, itu kader Pemuda Pancasila. Bukan atas nama wartawan," tegas Eddy.
"Nanti Bang Abi bawa Feroza itu. Tapi kan penyeberangan ke Sumbawa dan sebaliknya tanggung sendiri ya," kata Eddy menambahkan.
"Siap Ketua, nanti saya kondisikan sendiri untuk nyeberang," kata saya.
Pukul 11.34 rapat terbatas bubar di Hotel Santika Mataram. Saya kala itu langsung diajak mengambil Mobil Feroza yang sudah dibanding total sebagai mobil operasional MPW Pemuda Pancasila NTB.
"Ini untuk beli bensin, tapi nyeberang tanggung sendiri ya," katanya lagi menegaskan.
"Siap Ketua," jawab saya mengiyakan.
Saat itu saya sendiri belum mengetahui, apa feedback yang saya dapatkan ke Sumbawa esok harinya. Namun karena selama hidup 32 tahun saya belum pernah menyeberang ke Pulau Sumbawa, dan atas komando Pembina GJI, akhirnya saya yakin untuk berangkat.
Jumat pagi tiba. Delapan kendaraan terdiri dari empat bus sedang dan empat kendaraan pribadi (termasuk Feroza yang saya bawa) memulai konvoi start dari depan Mataram Mall sekra pukul 09.30 wita. Ada juga beberapa rombongan yang sudah menunggu di Pasar Jelojok Kopang dan Masbagik Lotim yang merupakan pengurus dari MPC Kabupaten Loteng dan Lotim.
Sesampainya di Pelabuhan Kayangan, tim kembali mempersiapkan diri. Semua kendaraan rombongan berbaris rapi. Mirip-mirip kendaraan Alutsista dalam perayaan HUT TNI.Pukul 12.10 semua kendaraan akhirnya diminta memasuki kapal. Lima menit kemudian mulai berlayar.
Tiba di Pelabuhan Poto Tano, rombongan beririnhan keluar dari kapal. Kemudian di Kemutar Telu (Pertigaan tidak jauh dari Pelabuhan), rombongan MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sudah menunggu. Menyambut kedatangan rombongan MPW dan semua MPC se-Pulau Lombok.
20 menit berselang, rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Sekira pukul 7.40 wita, rombongan tiba di Lapangan Desa Kelungkung. Rombongan disambut antusias oleh masyarakat sekitar dan beberapa pengurus dan anggota MPC setempat.
Usai Magrib, waktu makan malam tiba. Selain tenda-tenda besar yang sudah disiapkan, panitia juga sudah menyiapkan sekeliling rumah warga sebagai tempat mandi, salat, hingga sebagai tempat istirahat.
Usai waktu Isya, panggung gembira atau pesta rakyat dimulai. Beragam tarian dsn hiburan menghiasi malam di wilayah yang dikenal dengan Bogor-nya Sumbawa itu. Maklum, hawa di sana cukup dingin. Mirip-mirip di Bogor atau Sembalun.
Acara masih berlangsung, salah seorang wartawan yang sebelumnya masuk dalam list kader yang ikut berangkat menghubungi saya melalui pesan WhatsApp.
"Dimana bang," katanya.
"Di rumah warga cat tembok kuning. Ayo sini," jawab saya.
Tak lama, dia datang bersama lima wartawan lainnya. Mereka mengaku jika sampai pukul 23.13 wita belum makan malam. Padahal yang disebut koordinator wartawan sebelumnya sudah menjanjikan makanan, namun justru pergi tanpa alasan.
"Tadi kita diminta kumpul sama dia (oknum yang mengaku koordinator wartawan), tapi dia justru pergi sama anggota Pemuda Pancasila lainnya. Kita ngangak sampai sekarang belum makan," katanya curhat.
Karena rumah tempat kami istirahat adalah pemenang tender makanan (cielah) akhirnya saya meminta tambahan nasi bungkus lagi untuk mereka. Namun sebelum makan, mereka juga kami pesankan kopi untuk mrnghangatkan badan. Sembari meneguk kopi, mereka lantas mulai membuka percakapan.
"Yo bagaimana ini, makan aja kita gak dapat. Bagaimana yang lain-lain," tanya dia.
Dengan jawaban polos dan sesuai instruksi dari Ketua Eddy, saya menjelaskan bahwa tidak ada koordinator wartawan. Yang ada koordinator rombongan. Sebab kata Ketua Eddy sebelumnya, hanya GJI yang diwakili saya yang diminta berangkat. Meski sampai saat ini, Sabtu 30 Oktober 2022, saya belum mengetahui apakah saya ada pengganti transport atau tidak.
Rekan wartawan lainnya kembali mempertanyakan kapasitasnya mengikuti kegiatan itu dengan mengorbankan waktu, tenaga, pikiran serta meninggalkan anak istri di rumah.
"Setahu saya, Ketua Eddy dan pengurus MPW lainnya mengetahui bahwa teman-teman ini sebagai kader Pemuda Pancasila. Bukan sebagai wartawan," jawab saya mencoba menenangkan.
Mendengar curhatan teman-teman wartawan, saya kembali mencoba mencari informasi kepada salah satu pengurus MPW kala itu juga. Saat itu dia kembali menegaskan bahwa, pihaknya hanya mengajak GJI, bukan wartawan di luar sepengetahuannya.
"Yang ngaku-ngaku koordinator itu kan bagian dari pengurus dan bagian Srikandi Pemuda Pancasila. Kalau dia yang ngajak wartawan, kami taunya itu kader juga. Karena kami di pengurus tidak pernah memberikan perintah membawa wartawan lain. Dia siapa emang mau mengatur-atur," katanya dengan nada sedikit kesal.
"Intinya Pak Ketua PP sudah menelepon anggota Srikandi PP yang juga oknum wartawan itu. Ketua marah-marah ke dia, karena dia mengajak wartawan lain tanpa sepengetahuannya," tukasnya mengakhiri pembicaraan.
Acara malam usai, semua menghabiskan waktu dengan kesibukan masing-masing. Ada yang beristirahat di tenda, di rumah warga, bahkan saya sendiri tidur di dalam mobil Feroza dalam keadaan cuaca cukup dingin. Sekitar 13 derajat celcius.
Sabtu pagi (29/10) sekitar pukul 07.00 wita, acara inti dimulai. Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah hadir dalam rangka penanaman 1000 bibit pohon industri. Lokasinya di atas bukit, sehingga hanya kendaraan tertentu yang bisa menembus akses lokasi. Sedangkan sebagian besar, termasuk saya dan wartawan lainnya harus berjalan kaki, menanjak bukit sekitar 25 menit ke lokasi acara.
Acara penanaman pohon usai, berlanjut ke acara Maulid Adat. Lokasi di masjid, tidak jauh dari lapangan tempat kita menginap. Di acara Maulid Adat Desa Kelungkung ini, semua tamu undangan mendapatkan dulang saji (baku dalam bahas Sumbawa) untuk dibawa pulang. Dari rekan-rekan wartawan, hanya dua orang yang tidak kebagian karena tidak ada di lokasi acara (masjid).
Sekitar pukul 12.10 wita, rombongan akhirnya kembali ke Lombok, meninggalkan lokasi acara. Di tengah perjalanan, lantas rekan-rekan wartawan yang berada dalam Bus sedang (Elf) bertanya-tanya. Perjalanan panjang, meninggalkan anak istri, terus mereka dapat apa? Sedangkan oknum Wartawan inisial Y yang mengajak rekan-rekan ke Sumbawa memilih bungkam.
"Y sebagai koordinator abu abu. Wartawan yg mau ikut diawal tidak diberitau dgn tegas kpda kami jika tidak ada jaminan transport minimal utk ikuti acara tersebutmakanya qt mau ikut dan melalui proses pendataan," curhat salah satu rekan wartawan saat dalam perjalanan melalui pesan WhatsApp kepada Pembina GJI.
"Kekecewaan kami terus brlanjut sampai pulang, abi koordinator GJI tdak brsama rombongan pulang belakangan krena mungkin sdh tau diri hanya dia aja yg dapet kemudian kami tidak ditanggung makan lagi diperjalanan pulang sampai dirumah mmbawa kelaparan dan tangan kosong ketemu anak istri 😭," tulisnya lagi.
Sedangkan dalam perjalanan balik ke Pulau Lombok, tidak banyak yang mengetahui penderitaan kami yang membawa mobil operasional MPW Pemuda Pancasila NTB. Mobil Feroza yang dibawa pun berusia hampir 30 tahun. Tentu dengan medan yang cukup berat, akan menguras beban pikiran.
"Beberapa kali macet. Gak hidup. Kenapa Group Feroza saja yang tertinggal kapal, karena tidak bisa menyeimbangi kecepatan dari mobil rombongan lainnya. Jadi santai saja, yang penting sampai. Toh nyeberang juga atur sendiri, bukan dibayarkan Pemuda Pancasila," celoteh saya dalam hati sembari menikmati keindahan pulau yang baru kali ini saya datangi. (Abi)