Publik Soroti dugaan Proyek KKP Kelas II Mataram, PPK: Kami Menjadi PPK Hanya Nama Saja.
Labulianews.com. Proyek pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Mataram yang berlokasi di Desa Labulia, Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah yang dikerjakan oleh CV. Dyas Karya Konstruksi, Konsultan Pengawas PT. Gumilang Sajati, dengan anggaran sebesar Rp. 7.289.497.977 waktu kerja 180 hari kalender kerja dengan sumber anggaran dari Kementerian Kesehatan RI. Proyek itu saat ini ramai diperbincangkan publik dan kini menjadi perhatian dan mendapat berbagai sorotan, tanggapan, dari para LSM, Konsultan, para kontraktor karena diduga bermasalah. Hal ini di ungkapkan oleh SASAKA NTB ke media (24-8-2022)
Setelah dikonfirmasi media, PPK Proyek Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Mataram Lalu Kerti Bambang Irawan mengatakan bahwa dirinya menjadi PPK hanya nama saja dan tidak mengerti bangunan, ujarnya
"Saya menjadi PPK hanya nama saja, saya tidak mengerti bangunan. Terkait masalah bangunan gedung itu semua saya serahkan ke konsultan, dari mulai kegiatan apapun disana dan saya taunya terima jadi dengan baik," ujarnya saat dikonfirmasi via telepon Selasa (23/8/2022).
Sebelumnya SASAKA NTB telah melakukan pengawasan terhadap proses pelaksanaan pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Mataram di Desa Labulia Kec. Jonggat, Lombok Tengah (16-8-2022)
Sebagaimana amanat Undang Undang Cipta Karya bahwa warga masyarakat memiliki peran penting dalam pembangunan, salah satunya yakni melakukan pengawasan terhadap setiap pelaksanaan pembangunan di daerah baik yang bersumber dari APBN atau APBD.
Ketua SASAKA NTB Lalu Ibnu Hajar menuturkan bahwa Pengerjaan Proyek Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Mataram di desa Labulia Kec. Jonggat Lombok Tengah itu, dari hasil pengawasannya diduga pelaksanaan pengerjaanya tidak sesuai Gambar dan Perencanaannya, sebagaimana data dan dokumen yang kami dapatkan dilapangan.
" Kami menduga ada pekerjaan yang menurut gambarnya yang diduga tidak dikerjakan oleh pelaksana proyek," ujarnya
Lanjutnya, dimana pelaksana proyek diduga tidak melakukan pemadatan tanah terdahulu didalam galian pondasi yakni harus dengan menggunakan pasir uruk setebal 10 cm baru membuat lantai kerja setebal 3 cm. (sesuai gambar) tetapi pelaksana proyek langsung membuat lantai kerja diatas tanah didalam galian pondasi yang masih berair, sementara struktur tanah dilokasi itu adalah tanah liat dan bangunan yang dibangun adalah konstruksi bangunan tiga lantai, beber Lalu Ibnu
Atas pekerjaan itu kami dari SASAKA NTB kwatir tidak bisa menjamin keselamatan dari bangunan itu sebab daerah itu rawan gempa dan struktur tanahnya tanah liat dan labil. Dan itu adalah pekerjaan dasar yang harus dikerjakan dan yang seharusnya dipastikan dikerjakan dengan kuat dan baik sebagai landasan utama kedudukan pondasi utama bangunan tersebut
Atas pekerjaan itu kami menduga kontraktor pelaksana dengan sengaja mengurangi volume pekerjaan dan kami juga menduga konsultan pengawas melakukan pembiaran atas pengerjaan itu, kata ibnu
"Menjadi seorang PPK itu tidak mudah, harus memiliki sertifikasi, bukan asal jadi PPK, jadi aneh kalo PPK itu tidak tau proyek" tambah ibnu
Salah seorang kontraktor/konsultan yang diminta tanggapannya oleh media namun enggan disebutkan namanya mengatakan kok aneh seorang PPK proyek konstruksi tidak mengetahui proyek atau bangunan??? Bukankah PPK yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap proses pelaksanaan proyek bangunan tersebut??
Lanjut ia mengatakan tugas dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam sebuah proyek konstruksi diantaranya menetapkan spesifikasi teknis, menetapkan rancangan kontrak, menetapkan HPS, menguji kebenaran, keabsahan, dan kelengkapan dokumen serta pembebanan anggaran.
"PPK mempunyai tugas pokok yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah yang meliputi penetapan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa; menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa; dan menyusun, menandatangani, melaksanakan serta mengendalikan kontrak kerja" jelasnya
Pelaksana proyek harus mengerjakan sesuai gambar dan kontrak, tidak boleh semaunya untuk merubah atau mengurangi volume pekerjaan. Dan ketika itu terjadi maka itu adalah pelanggaran, bisa menjadi temuan dan dilaporkan, ujarnya
Sementara itu Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Provinsi NTB Erick Widodo ST yang ditemui media (23/8) mengatakan ia belum bisa memberikan keterangan sebab belum melihat langsung pengerjaan proyek tersebut. (Tiem)