Setiap Proyek Besar di Lombok Tengah Diduga Melibatkan Aparat Penegak Hukum Sebagai Backingnya.
Setiap Proyek Besar di Lombok Tengah Diduga Melibatkan Aparat Penegak Hukum Sebagai Backingnya.
Oleh : Muhamad Sahirudin/ Daink
Yang menarik dalam persoalan Berita Acara Mediasi antara BWS/ PT. NK dengan Pihak Dinas PUPR Kabupaten Lombok Tengah adalah keterlibatan Kejaksaan Negeri Praya yang diduga sebagai beking pada setiap proyek besar.
Hal itu sekaligus sebagai bahan pertimbangan Komisi III DPRD Kabupaten Loteng, Stakeholder maupun kawan-kawan NGO/ LSM dan insan Pers adalah keterlibatan Lembaga Kejaksaan Negeri Praya sebagai mediator pelaksanaan proyek,
Maka asumsi yang berkembang di masyarakat selama ini adalah pihak BWS NTB selalu melibatkan Lembaga Aparat Penegak Hukum (APH) untuk membackingi seluruh pelaksanaan proyek besar BWS agar saat terjadi dugaan penyimpangan/ pelanggaran terhadap penggunaan anggaran bisa diselesaikan secara musyawarah dengan pihak aparat penegak hukum.
Model-model bungkusan kerjasama semacam ini pada ujung-ujungnya berdampak pada kemandulan proses penegakan hukum di negara Republik Indonesia.
Para pemilik proyek dengan nilai miliaran rupiah berikut pelaksananya selalu berlindung dan melibatkan para aparat penegak hukum dalam mengeksekusi proyeknya, sehingga tupoksi siapa yang di awasi dan siapa yang mengawasi pelaksanaan anggaran publik menjadi amburadul bin ambigu yang akhirnya negara di ambang kehancuran dalam proses penegakan hukum.
Sebagai contoh selaku mediator dalam proyek pemasangan pipa pembangunan sistem penyediaan air baku Bendungan Pengga untuk KEK Mandalika Kabupaten Lombok Tengah. Dimana jaksa juga seharusnya dapat memastikan kapan waktu pelaksanaan restorasi/ rekontruksi guna menghindari timbulnya kerusakan infrastruktur jalan yang lebih luas. Sekaligus memberikan kepastian hukum kepada para pihak. Bukan memediasi suatu keputusan yang absurd dan sangat sumir terkait dengan kepentingan masyarakat.
Dalam proses itu pihak mana yang mengajukan surat permohonan ke Kejaksaan untuk di lakukan Mediasi ?, Apakah surat resmi pemohon mediasi itu, lalu seperti apa isinya ?. Adakah surat keputusan kepala Kejaksaan Negeri Praya terkait penunjukan Jaksa selaku mediator perkara proyek pemasangan pipa pembangunan sistem penyediaan air baku bendungan Pengga untuk KEK Mandalika Kabupaten Lombok Tengah.
Apakah ada pengeluaran biaya untuk masalah mediasi itu ataukah gratis ?. Apakah jaksa atau kepala Kejaksaan Negeri menerima komitment fee atas keberhasilan mediasi tersebut? Dian apakah fee tersebut telah disetorkan sebagai penerimaan negara ?
Dalam Berita Acara Mediasi point 1 (satu) diterangkan sebagai berikut : Bahwa terkait bahan sisa material yang tidak bisa dimanfaatkan kembali akibat galian pipa oleh PIHAK II (dua) yang mengenai badan jalan akan dikumpulkan di suatu tempat dengan dilakukan perhitungan volume. Kemudian dilakukan serah terima kepada PIHAK I (satu). Klausul ini memunculkan berbagai pertanyaan logis bagi orang yang memiliki pikiran waras yang terlibat dalam proses mediasi yaitu : (1). Sisa material galian yang tidak bisa dimanfaatkan alias sampah yang diserahkan ke pihak I (pertama) itu apakah akan dikompensasikan dengan kerusakan bahu maupun badan jalan guna mengurangi beban biaya perbaikan oleh pihak II (kedua) ?
Sampah sisa galian pipa yang tidak bisa dimanfaatkan sebagaimana tertuang dalam diktum I (pertama) Berita Acara Mediasi di hadapan aparat penegak hukum yang akan diserahkan ke pihak II (kedua) itu untuk apa dan apakah sampah tersebut bisa tercatat sebagai aset/ pendapatan daerah Kabupaten Lombok Tengah sebagai pemilik wilayah teritorial ?.
Terus sisa galian yang tidak bisa dimanfaatkan alias sampah itu akan dikumpulkan di suatu tempat itu di mana ?, kenapa tempatnya itu tidak langsung dinyatakan/ disebutkan dalam berita acara mediasi agar akuntabel dan transparan ?, Sehingga publik tahu. Lalu biaya pengumpulan sisa galian yang tidak biaa di manfaatkan sebagaimana tertuang dalam berita acara mediasi point 1 (satu) di tanggung oleh siapa dan manfaat bagi daerah maupun masyarakat untuk apa ? ,
Wong jelas-jelas dinyatakan sisa galian yang tidak bisa dimanfaatkan itu kan bisa diidentikan dengan sampah ?.
Kalau punya pikiran waras oknum Dinas PUPR yang mewakili Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah yang ikut menandatangani Berita acara mediasi poin 1 (satu) dengan kop surat Institusi Kejaksaan Negeri Praya itu untung dan manfaatnya seperti apa bagi masyarakat maupun daerah ?
Cobalah di pikir dan direnungkan serta di telaah baik-baik redaksional dari berita acara mediasi tersebut. Dan itu di buat dihadapan serta di kantor lembaga penegak hukum Republik Indonesia.
Miris sekali redaksionalnya padahal pakai kop surat Kejaksaan Negeri Lombok Tengah seksi Perdata dan Tata Usaha Negara. Bisa diketawain para ahli hukum kita.
Proyek pemasangan pipa pembangunan sistem penyediaan air baku bendungan Pengga untuk KEK Mandalika Kabupaten Lombok Tengah adalah proyek besar yang secara konsekuensi logis harus memiliki dampak terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat. Maka bahan pertimbangan yang seharusnya diperhitungkan oleh pihak aparat hukum selaku mediator antar pihak dalam permasalahan ini adalah kajian lingkungan berupa UKL/ UPL atau AMDAL dari pihak I (pertama) yaitu pihak BWS NTB atau pelaksana proyek PT. Nindya Karya. Sudahkah hal itu dilakukan fisibility study sebelumnya ?.
Coba komisi III DPRD telaah kembali aturan-aturan yang ada terkait proyek tersebut......ayooo...bang?.
Segala permasalahan sudah di mediasi oleh pihak Aparat Penegak Hukum dan telah dituangkan dalam Berita Acara Mediasi hari Rabu tertanggal : 16 Maret 2022 kenapa masih muncul diktum ke 3 (tiga) yang memungkinkan munculnya perselisihan baru antar pihak ?.
Lalu apa gunanya mediasi dilakukan apabila point 3 (tiga) dalam Berita Acara Mediasi yang menyatakan “segala perselisihan yang timbul terkait dengan penyelesaian permasalahan ini akan diselesaikan secara mediasi “ masih dituangkan ?. Gimana ini brow ?,
Silahkan anda menganalisa sendiri Padahal sudah jelas dalam surat edaran Kejaksaan Agung Republik Indonesia nomor : B-364/ D/ Ds.2/ 03/ 2022 tanggal : 15 Maret 2022 menerangkan adanya LARANGAN INTERVENSI dan/ atau CAMPUR TANGAN dalam proses pengadaan barang/ jasa di lingkungan Kementerian/ Lembaga/ instansi Pemda Propinsi/ Kabupaten/ Kota dan BUMN/ BUMD.
Bahkan Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia meminta kepada masyarakat agar segera melapor ke nomor Hand Phone : 0813 8963 0001 bila di jumpai ada oknum anggota Kejaksaan yang ikut bermain proyek pengadaan barang/ jasa di lingkungan pemerintah maupun BUMN/ BUMD.
Yang tak kalah menariknya adalah keberadaan : MZ dan AN selaku pihak I (pertama) yang mewakili Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Lombok Tengah yang kewenangan dan kapasitasnya seperti apa ?. Apakah mereka berdua mewakili Kadis PUPR dan Bina Marga atau apa ?.
Apakah pada saat dilakukan proses mediasi di kantor Kejaksaan Negeri Praya mereka membawa surat perintah tugas mewakili kepala dinas PUPR berikut kewenangannya ?.
Perlu di lakukan penelusuran. Kembali ke laptop, bahwa dalam Berita Acara yang telah di tandatangani bersama di kantor Kejaksaan Negeri Praya antara pihak PUPR Kabupaten Lombok Tengah dengan pihak BWS NTB dan PT Nindya Karya yang nota bene tanpa stempel alias bodong, dan telah disepakati bahwa : PIHAK II ( kedua) yaitu Pihak BWS NTB dan PT. Nindya Karya bersedia untuk mengembalikan struktur badan jalan yang terkena pekerjaan pemasangan pipa ke kondisi semula dan mengacu kepada kontrak peningkatan jalan ruas Darek – Pelambik, Embung ajan – Darek, dan Penujak – Motong Beliak. Artimya bahwa untuk badan jalan hotmix yang rusak akibat pelaksanaan proyek penanaman pipa pembangunan sistem penyediaan air baku bendungan Pengga untuk KEK Mandalika Kabupaten Lombok Tengah, pada saat restorasi/ rekondisi badan jalan tersebut harus di hot mix kembali.
Begitu juga untuk pinggir jalan yang awalnya sudah dirabat saat restorasi/ rekontruksi harus dikembalikan seperti semula yaitu di rabat. Sebab anggaran untuk hot mix dengan rabat selisihnya sangat signifikan.
Sebagai bahan perbandingan untuk menghot mix badan jalan bekas galian pipa dengan ukuran lebar : ± 50 Cm ; panjang : ± 800 Cm, ketebalan ± 10 Cm itu membutuhkan anggaran berkisar ± Rp. 5.000.000.- ( lima juta rupiah). Sedangkan untuk pekerjaan rabat dengan anggaran sebesar Rp. 5.000.000.- ( lima juta rupiah) bisa mencapai volume pekerjaan dengan ukuran : ± 50 Cm X 10 Cm X 4.000 Cm.
Sehingga sangat jelas dari aspek kualitas maupun anggaran pekerjaan hotmix dengan rabat perbedaanya sangat signifikan.
Persoalannya adalah berapa kilo meter panjang badan jalan Hotmix yang rusak akibat galian pipa ?. Berapa miliar anggaran yang dibutuhkan untuk memperbaiki jalan tersebut seperti sedia kala jika itu nanti menjadi beban Pemda Lombok Tengah ?.
Untuk itu perlu di lakukan evaluasi bersama di lapangan terhadap kerusakan badan jalan yang di hotmix dan bahu jalan yang di rabat. Karena apabila pihak pemilik pekerjaan dan pelaksanan proyek penanaman pipa pembangunan sistem penyediaan air baku bendungan Pengga untuk KEK Mandalika Kabupaten Lombok Tengah melakukan WAN PRESTASI terhadap kesepakatan yang telah di tandatangani di kantor Kejaksaan Negeri Praya untuk melakukan restorasi/ rekontruksi seperti keadaan semula pasca pekerjaan penanaman pipa. Maka Pemerintah Daerah maupun masyarakat akan mengalami kerugian yang sangat besar baik dari aspek anggaran maupun infrastruktur.
Dan saya yakin bahwa proyek penanaman pipa pembangunan sistem penyediaan air baku bendungan Pengga untuk KEK Mandalika Kabupaten Lombok Tengah tidak memiliki UKL/ UPL, dan AMDAL maupun fisibility study yang mendalam. Sehingga keberadaan proyek ini pada akhirnya tidak akan mampu menyuplai kebutuhan air bersih untuk kebutuhan pokok hidup masyarakat dan para penggiat pariwisata di wilayah KEK Mandalika saat datang musim kemarau.
Seperti proyek Water Treatmen Plan (WTP) yang berada di bendungan Batujai. Sebab debit air sebagai bahan baku air besih di bendungan Pengga akan terjadi penyusutan saat musim kemarau sehingga tidak akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan air bersih di wilayah selatan termasuk KEK Mandalika.
Mengingat dampak kerusakan Lingkungan dan infrastruktur jalan yang ditimbulkan oleh proyek penanaman pipa pembangunan sistem penyediaan air baku bendungan Pengga untuk KEK Mandalika Kabupaten Lombok Tengah sangat besar, dan berpeluang untuk terjadinya KKN, maka sungguh sangat wajar kalau seluruh elemen masyarakat sangat peduli terhadap proses pelaksanaan proyek ini.
Padahal jika pemerintah pusat mau menggunakan tekhnologi Sea Water Reserve Osmosis (SWRO) untuk mencukupi ketersediaan air bersih di seluruh wilayah KEK Mandalika seperti di beberapa negara maju, maka dengan anggaran Rp. 100.000.000.000.- ( seratus miliar rupiah), wilayah KEK Mandalika bisa dibanjiri oleh air bersih sepanjang tahun tanpa terpengaruh oleh keadaan musim maupun kekurangan debit sumber air baku, serta dapat meminimalisir kerusakan infrastruktur jalan. Namun itulah model perencanan program pemerintah yang di dasarkan pada daftar keinginan, bukan berorientasi pada daftar kebutuhan jangka panjang.
Meskipun proyek tekhnologi Sea Water Reserve Osmosis (SWRO) untuk mencukupi ketersediaan air bersih di seluruh wilayah KEK Mandalika sangat berpotensi dapat penyediaan lapangan kerja dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Dan saya sanggup mendatangkan tenaga ahli SWRO berikut Detail Engenering Design (DED) dengan gaji yang memadai, demi untuk kemaslahatan umat di daerah Lombok Tengah dan menyelamatkan penghambur-hamburan uang rakyat (Muhamad Sahirudin/ Daink)