Lalu Wink Haris: Penegakan Hukum di NTB Mengalami Krisis Kepercayaan dan Krisis Keadilan
Penegakan Hukum di NTB Mengalami Krisis Kepercayaan dan Krisis Keadilan
Oleh: Lalu Wink Haris
Menyikapi berbagai dinamika penegakan hukum di Republik ini, terutama kasus-kasus dugaan korupsi yang dilaporkan oleh banyak elemen masyarakat kepada Aparat Penegak Hukum (APH) di wilayah provinsi NTB. Akhir akhir ini publik banyak disuguhkan dengan berbagai drama penuh intrik bahkan beraroma konspirasi dan intervensi.
Lolosnya banyak pejabat penyelenggara negara yang masih berstatus aktif dari tingkat desa sampai ke Provinsi membuktikan bahwa penegakan hukum di daerah ini masih diskriminatif dan tebang pilih. Contohnya Kasus mantan kepala dinas PUPR Lombok Timur yang akhirnya divonis bebas di pengadilan tingkat pertama.
Bagaimana hukum tidak bisa berbuat banyak ketika berhadapan dengan pejabat birokrasi. Memang Sulit membuktikan adanya permainan dalam perjalanan kasus dugaan korupsi tersebut. Tetapi setidaknya publik meyakini bahwa aroma ketidak sedap itu ada dan berbau kemana mana.
Misalnya Kasus dugaan korupsi di BLUD RSUD Praya yang sudah bergulir dalam satu tahun di kejaksaan Negeri Praya juga seperti jalan di tempat. Tanpa progres apapun selain pemanggilan para pihak untuk dimintai keterangannya, dengan dibumbui acara geledah ruangan dan penyitaan dokumen dokumen yang diperlukan, dan pada akhirnya sepi kembali bagai hilang ditelan bumi.
Aroma busuk pun bertebaran kemana mana, bahwa seolah olah semua by design dan by order. Stagnansi perjalanan proses hukum kasus korupsi yang menyeret para pejabat daerah di APH seperti hal biasa saja. Akan beda jika hal itu dilakukan oleh mantan pejabat yang tidak lagi punya akses untuk memainkan kekuasaan jabatan serta kekuatan relasi dan amunisi.
Belum lagi perkara dugaan Korupsi yang menjerat wakil Bupati Lombok Utara. Yang kini disidik Kejaksaan Tinggi NTB, dengan status tersangka dugaan korupsi pembangunan RSUD. Ia diduga merugikan negara hingga 1,7 miliar rupiah. Ia disidik hingga berkas mereka dinyatakan lengkap dan siap dilimpahkan ke Pengadilan dan hanya untuk empat orang tersangka. Wabup KLU yang bahkan untuk dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai tersangka saja tidak pernah dilakukan oleh Kejati NTB.
Potret penegakan hukum yang sama sekali jauh dari semangat equality before the law yang dipertontonkan dengan sangat telanjang. Ini secara tidak langsung memberikan gambaran bagaimana suramnya harapan hukum bisa berlaku adil bagi semua untuk dapat diwujudkan di bumi seribu masjid ini.
Maka tidak heran jika ke depannya praktek praktek korupsi akan semakin merajalela. Karena muncul apatisme masyarakat untuk mau tahu dan peduli atas praktek praktek korupsi yang terjadi di sekitar mereka. Karena pada akhirnya masyarakat akan sadar jika melaporkan oknum pejabat kepada Aparat Penegak Hukum hanyalah pekerjaan yang sia sia belaka. Karena toh pada akhirnya dengan kekuatan lobi lobi, relasi dan amunisi akan mementalkan semua ekspektasi untuk tegaknya hukum dan keadilan di negeri ini.